Wuling, produsen mobil asal Tiongkok, telah meluncurkan mobil listriknya yang terbaru di Thailand, yang dikenal dengan nama BinguoEV. Ini merupakan langkah strategis kedua mereka setelah sukses dengan Wuling Air EV di pasar yang sama tahun sebelumnya. Namun, apa yang membuat mobil listrik Wuling ini begitu menarik di Thailand, terutama dari segi harga dan kebijakan insentif yang berbeda dengan Indonesia?
Harga menjadi salah satu faktor utama yang mempengaruhi minat konsumen terhadap mobil listrik. Di Thailand, Wuling BinguoEV ditawarkan dalam dua versi, yaitu BinguoEV AC dengan harga 419.000 baht (sekitar Rp 186,9 juta) dan BinguoEV DC seharga 449.000 baht (sekitar Rp 200 juta). Kedua versi ini menawarkan jarak tempuh yang cukup jauh, yaitu 333 km dalam kondisi penggunaan normal. Harga ini menjadi sangat menarik karena di bawah batas harga 500.000 baht, yang merupakan titik harga yang banyak diminati oleh konsumen di Thailand.
Pitiya Thanadumrongsak, CEO EV Primus Co., Ltd., distributor tunggal Wuling di Thailand, menekankan bahwa harga yang ditawarkan ini adalah yang terbaik sejak hari pertama diluncurkan. Meskipun persaingan harga sangat ketat, Pitiya tidak ingin terjebak dalam perang harga, tetapi lebih mengedepankan nilai dan kepuasan desain produk Wuling.
Di sisi lain, di Indonesia, Wuling BinguoEV hadir dengan tiga pilihan, masing-masing dengan harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan Thailand. Varian BinguoEV 333 Km Long Range AC dijual sekitar Rp 317 juta, BinguoEV 333 Km Long Range AC/DC seharga Rp 326 juta, dan BinguoEV 410 Km Premium Range AC/DC seharga Rp 372 juta. Harga-harga ini sudah termasuk insentif PPN yang signifikan dari pemerintah Indonesia, yang mengurangi tarif PPN dari 11 persen menjadi hanya 1 persen untuk mobil listrik dengan komponen lokal minimal 40 persen.
Perbedaan harga yang cukup mencolok antara pasar Thailand dan Indonesia untuk mobil listrik Wuling tidak hanya terjadi pada BinguoEV, tetapi juga pada model sebelumnya, Wuling Air EV. Saat diluncurkan di Thailand, Wuling Air EV dijual dengan harga antara Rp 168 jutaan hingga Rp 207 jutaan, sedangkan di Indonesia, harga Wuling Air EV saat itu sudah mencapai Rp 270 jutaan. Perbedaan ini menjadi perhatian utama bagi Wuling Motors Indonesia, yang mengaitkan selisih harga tersebut dengan kebijakan insentif yang berbeda antara kedua negara.
Pemerintah Thailand memang dikenal memberikan insentif yang besar untuk mendorong adopsi kendaraan ramah lingkungan, termasuk mobil listrik. Kebijakan ini mencakup pemotongan harga dan insentif pajak yang menguntungkan bagi produsen dan konsumen mobil listrik. Sementara itu, di Indonesia, meskipun ada insentif PPN yang signifikan, namun struktur harga dan insentif lainnya mungkin tidak sekuat di Thailand, yang dapat mempengaruhi harga jual akhir mobil listrik kepada konsumen.
Dengan adanya perbedaan signifikan ini, para pengamat pasar otomotif melihat bahwa pilihan konsumen di Thailand untuk mobil listrik Wuling mungkin lebih menarik karena harga yang lebih terjangkau dan insentif yang lebih menguntungkan. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah sangat mempengaruhi perkembangan pasar mobil listrik di setiap negara, serta daya beli dan preferensi konsumen terhadap teknologi ramah lingkungan seperti mobil listrik.
Sebagai kesimpulan, melalui peluncuran Wuling BinguoEV di Thailand dengan harga yang lebih rendah dibandingkan dengan pasar Indonesia, Wuling telah memperkuat posisinya dalam menghadirkan opsi mobil listrik yang terjangkau dan kompetitif. Meskipun tantangan dalam persaingan harga dan kebijakan insentif tetap ada, Wuling tetap optimis untuk terus mengembangkan pasar mobil listrik di Asia Tenggara dengan memahami dinamika pasar setempat dan menyesuaikan strategi penjualannya secara tepat.