Belanja Besar Liverpool Musim Panas 2025: Bagaimana Mereka Tetap Lolos dari Aturan FFP?

0
liverpool

Sumber: https://www.freepik.com/free-photo/excited-soccer-player-red-t-shirt-holding-football-victory-concept-isolated-white_9695593.htm

Liverpool kembali mencuri perhatian jagat sepak bola usai melakukan manuver besar di bursa transfer musim panas 2025. Manajemen The Reds menggelontorkan dana lebih dari 450 juta paun, atau hampir Rp9,9 triliun, untuk mendatangkan sejumlah nama top. Jumlah itu menjadikan Liverpool sebagai klub dengan pengeluaran terbesar di Eropa pada jendela transfer kali ini seperti yang dilansir https://www.strategibola.com.

Di balik hingar-bingar transfer spektakuler tersebut, timbul pertanyaan besar: bagaimana Liverpool mampu membelanjakan dana sedemikian masif tanpa tersandung aturan Financial Fair Play (FFP)? Apakah klub Merseyside itu benar-benar kebal dari regulasi finansial UEFA dan Premier League? Kuncinya ada pada strategi keuangan yang cermat, mulai dari penerapan amortisasi hingga pemasukan signifikan dari penjualan pemain dan kekuatan sektor komersial klub.

Amortisasi: Rahasia di Balik Angka Fantastis

Banyak orang mengira biaya transfer pemain langsung dibukukan penuh dalam laporan keuangan klub. Kenyataannya, sistem pencatatan di sepak bola profesional berbeda. Nilai transfer tidak dituliskan sekaligus, melainkan dialokasikan secara merata sepanjang masa kontrak sang pemain.

Contohnya bisa dilihat pada perekrutan Alexander Isak. Liverpool menebus striker asal Swedia itu seharga 125 juta paun dengan kontrak berdurasi tujuh tahun. Secara total, klub memang harus melunasi angka tersebut, meski dilakukan dengan skema cicilan. Namun, di laporan keuangan, yang tercatat setiap tahun hanya sekitar 18 juta paun. Jumlah ini tentu jauh lebih kecil dibanding angka fantastis yang ramai diberitakan media saat penutupan bursa.

Dengan pola amortisasi yang diterapkan pada sejumlah rekrutan sekaligus, beban finansial tahunan Liverpool tampak jauh lebih ringan dibanding total belanja 450 juta paun. Inilah strategi yang membuat kondisi neraca klub tetap terlihat stabil di mata pengawas regulasi.

Penjualan Pemain: Sumber Pemasukan Instan

Selain belanja, Liverpool juga melepas sejumlah pemain penting musim ini untuk menjaga keseimbangan finansial. Luis Díaz dijual ke Bayern Munich dengan nilai 60 juta paun, Darwin Núñez dilego ke klub Arab Saudi Al Hilal seharga 46 juta paun, sementara bek muda Jarell Quansah pindah ke Bayer Leverkusen dengan banderol 30 juta paun.

Berbeda dengan pembelian yang dibagi melalui amortisasi, hasil penjualan pemain langsung dicatat penuh dalam laporan keuangan musim berjalan. Itu artinya, sekitar 136 juta paun masuk sebagai keuntungan instan bagi Liverpool. Jumlah ini mampu memangkas net spend klub secara signifikan.

Bahkan, jika ditotal dengan penjualan pemain lain, Liverpool berhasil mengurangi dampak finansial belanja besar-besaran mereka. Tidak heran bila angka net spend — indikator utama FFP — terlihat jauh lebih rendah dibanding nominal transfer yang diumumkan media.

Pendapatan Komersial dan Ekspansi Anfield

Faktor lain yang membuat Liverpool lebih leluasa adalah besarnya pemasukan komersial klub. Menurut laporan Deloitte, pendapatan tahunan The Reds mendekati 700 juta paun. Angka tersebut berasal dari hak siar televisi, sponsor global, penjualan merchandise, hingga pemasukan tiket pertandingan.

Baca juga Mohamed Salah Nyaris Hengkang ke Liga Arab Saudi

Ekspansi kapasitas Stadion Anfield yang kini menampung lebih dari 60.000 penonton juga menambah pundi-pundi klub dari sisi matchday revenue. Dengan basis suporter global yang sangat besar, Liverpool termasuk salah satu dari lima klub dengan pendapatan tertinggi di dunia.

Pendapatan yang stabil ini memberi ruang manuver besar bagi manajemen untuk berinvestasi di bursa transfer, sekaligus menjaga keseimbangan dengan batasan FFP.

Aturan FFP dan Profitability Rules Premier League

Selain regulasi UEFA, Liverpool juga harus tunduk pada aturan Profit and Sustainability milik Premier League. Regulasi ini memperbolehkan klub mencatat kerugian hingga 105 juta paun dalam tiga tahun, asalkan pemilik menutupinya dengan modal pribadi.

UEFA juga menetapkan rasio gaji terhadap pendapatan klub sebagai salah satu patokan utama. Liverpool tergolong cermat dalam hal ini. Mereka melepas sejumlah pemain senior dengan gaji besar, sehingga ada ruang untuk mendatangkan pemain baru tanpa membuat struktur gaji klub membengkak.

Kombinasi pengelolaan gaji yang sehat dan fleksibilitas aturan liga domestik membuat The Reds dapat bermanuver agresif di bursa transfer tanpa risiko pelanggaran serius.

Cicilan Transfer: Mengurangi Tekanan Jangka Pendek

Selain amortisasi, Liverpool juga menerapkan sistem pembayaran cicilan dalam hampir semua transfernya. Dengan demikian, meski total biaya transfer mencapai ratusan juta paun, beban kas yang keluar pada tahun pertama tidak terlalu besar.

Model pembayaran ini sudah menjadi praktik umum di Eropa. Klub pembeli bisa menjaga arus kas tetap stabil, sementara klub penjual tetap mendapatkan kepastian pembayaran sesuai kesepakatan jangka panjang.

Strategi Finansial yang Terkendali

Jika melihat lebih dalam, belanja besar Liverpool musim panas 2025 bukanlah tindakan sembrono. Justru, langkah mereka adalah hasil perencanaan finansial matang. Dengan amortisasi, penjualan pemain, pendapatan komersial yang tinggi, serta struktur gaji yang lebih ramping, pengeluaran 450 juta paun bisa terlihat “jinak” di laporan keuangan resmi.

Singkatnya, meskipun angka transfer terlihat fantastis dan memecahkan rekor, strategi keuangan Liverpool membuat klub tetap berada dalam koridor aturan FFP. The Reds berhasil menunjukkan bahwa di era modern sepak bola, sukses di bursa transfer tidak hanya ditentukan oleh keberanian mengeluarkan uang, tetapi juga kecerdasan dalam mengelola keuangan.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *